Ahad Pagi, Tetap Berseri Mengikuti Materi

Minggu, 19 Oktober 2025, Ketua Pengadilan Agama Tabanan mengikuti acara yang diselenggarakan oleh tim Ngaji Bareng Peradilan Agama, dengan Tema “Bank Emas Sebagai Instrumen Keuangan Syariah Solusi Stabilitas Ekonomi & Moneter” secara virtual melalui zoom meeting. Dihadiri pula oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Drs. H. Muchlis, S.H.,M.H) dan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Ditjen Badilag (Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag.,M.Ag.) dengan diisi oleh pemateri-pemateri yang kompeten dalam bidangnya, yaitu H. Achmad Azharuddin Latif, S.Ag., M.H. (Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Direktur DSN-MUI Institut) dan Prof. Dr. K.H. Hasanudin, M.Ag. Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS), Guru Besar Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Emas, Kegiatan usaha bulion ini merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan. Kegiatan usaha bulion yang dimaksud meliputi Penitipan, Penyimpanan, Perdagangan, dan Pembiayaan.
Dalam pembahasan ini, diperoleh beberapa poin penting terhadap eksistensi bulion bank di antaranya:
- Pembentukan Bank Emas Nasional sebagai lembaga pengelola aset emas syariah yang berfungsi menghimpun, mengelola, dan menyalurkan emas secara produktif.
- Penyusunan regulasi dan fatwa yang komprehensif guna menjamin kepastian hukum dan kesesuaian dengan prinsip syariah.
- Peningkatan literasi masyarakat melalui program edukasi publik dan sosialisasi konsep keuangan emas syariah.
- Penguatan sistem sertifikasi dan standardisasi emas untuk mencegah pemalsuan serta menjaga kepercayaan publik.
- Kolaborasi lintas lembaga antara regulator, akademisi, industri, dan lembaga keagamaan untuk menciptakan ekosistem emas yang transparan dan berkelanjutan.
- Penerapan sistem manajemen risiko yang ketat untuk menjaga stabilitas nilai dan kepercayaan terhadap produk keuangan berbasis emas.
Bulion Bank memiliki potensi strategis dalam memperkuat sistem keuangan syariah dan ketahanan ekonomi nasional. Dengan dukungan regulasi yang kuat, kepatuhan terhadap prinsip Islam, serta partisipasi aktif masyarakat, Bank Emas dapat menjadi instrumen penting dalam mengubah aset emas tidak produktif menjadi kekuatan ekonomi nyata. Tentunya implementasi konsep ini harus diiringi dengan pengawasan yang ketat, peningkatan literasi publik, dan kolaborasi antara lembaga terkait agar pengelolaan emas dapat berkontribusi pada kesejahteraan umat dan stabilitas ekonomi nasional yang berkelanjutan. Pengembangan Bank Emas merupakan langkah pionir dalam memformalkan pengelolaan aset emas, mengubahnya dari aset yang menganggur menjadi aset produktif melalui mekanisme jual beli, sewa, dan pembiayaan berbasis emas. Pendekatan ini sejalan dengan maqasid al-syariah, khususnya dalam pemeliharaan dan pengembangan harta, serta menawarkan solusi terhadap masalah emas yang tidak produktif di masyarakat.
Diskusi yang terbangun hangat di pagi ini juga menyoroti strategi mitigasi risiko seperti standardisasi kualitas emas, sertifikasi, dan transparansi operasional guna mencegah pemalsuan, manipulasi pasar pada kegiatan ekonomi syariah, hingga kewenangan pengadilan. Hingga saat ini masih menimbulkan beberapa pandangan mengenai kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menegaskan bahwa perkara kepailitan dan PKPU menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, yang merupakan bagian dari lingkungan Peradilan Umum. Namun pada prinsipnya sebagaimana yang tertuang dalam pasal 49 huruf i UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, penyelesaian sengketa ekonomi syariah merupakan kewenangan Peradilan Agama, sehingga sangat besar kemungkinan yang terjadi pada masa mendatang akan segera muncul regulasi yang menegaskan bahwa sengketa kepailitan suatu lembaga syariah (taflis) akan sepenuhnya menjadi kewenangan Peradilan Agama, sebagai lembaga peradilan yang khususnya diberikan kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaiakan perkara ekonomi syariah sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
